Kamis, 21 Mei 2015

Review 15 : Mata yang Enak Dipandang

Novel ini berisi 15 cerpen terbaik karangan Ahmad Tohari. Meskipun saya sulit membedakan mana yang paling baik diantara 15 tersebut, karena menurut saya hampir semua karangan dari Ahmad Tohari sangat menawan. Bahasanya yang enak dan biasanyanya karangan beliau diangkat dari kejadian sehari-hari masyarakat (kecil).
Contohanya, mata yang enak dipandang, sebagaimana dari judul buku ini. Cerita ini bertutur mengenai pengemis di sekitar stasiun—Mirta dan Tarsa. Mirta yang buta biasanya dituntun oleh Tirsa untuk meminta di gerbong-gerbong. Penulis menceritakan realita kehidupan bahwa ada beberapa mata yang enak dipandang yang direpresentasikan oleh penumpang yang selalu memberikan uang kepada pengemis dengan wajah yang cerah. Ada juga yang pura-pura tidak melihat. Ciamik bahasanya.
Kedua, Bila Jebris ada di Rumah Kami. Bercerita tentang Jebris yang digambarkan sebagai seorang pelacur karena kondisi ekonomi yang menghimpitnya. Sar, yang menjadi temannya sejak berada di sekolah rakyat merasa iba padanya. Sering kali Sar membawakan rantang makan untuk Jebris. Sar mengeluhkan tabiat Jebris yang mulai menjajakan diri di rumah yang letaknya dekat dengan Sar. Sar mengeluh kepada Kang Ratib, karena ia merasa was-was bersebelahan dengan Jebris, takut jauh dari keberkahan.
Cerita penipu yang keempat semakin meneguhkan keyakinan saya bahwa Penulis sangat jeli dan detail mengamati keadaan sekitar. Seorang penipu yang dapat menjelma menjadi siapa saja, sehingga membuat kita tidak dapat membedakan apakah itu sungguhan atau pura-pura. Perempuan yang nampak sholeh mengetuk pintu rumah, membawa kertas  dan menceritakan bahwa ia sedang mencari sumbangan untuk amal. Di sisi lain, ada juga yang mengaku tersesat di jalan dan kehabisan uang, meminta beberapa lembar uang untuk ongkos pulang. Lalu apakah mereka sungguhan? Atau benar-benar menipu?
Buku ini ditutup dengan cerpen yang berjudul “Bulan Kuning sudah Tenggelam”. Ceritanya lebih panjang dari judul-judul sebelumnya. Penulis menggambarkan konflik sosial dengan penokohan kuat. Yuning yang merupakan anak angkat dari pasangan ningrat yang tidak dikaruniai anak. Meskipun begitu, ayah dan ibunya sangat mencintai dan menyekolahkannya hingga perguruan tinggi. Konflik dimulai, saat Yuning menikah dengan Koswara. Ayahnya meminta Yuning dan suaminya untuk tetap tinggal bersamanya. Namun, Koswara menolak dengan dalih ingin mandiri dan mengurus peternakan babinya. Bagaimana akhir konflik Yuning dan Ayahnya? Kalian bisa membaca runutan ceritanya hingga tersihir oleh diksi yang dirangkai Penulis.
Two thumbs up!

Judul                :  Mata yang Enak Dipandang
Author             : Ahmad Thohari
Penerbit           : Gramedia Pustaka Utama
Halaman          : 216
ISBN                 : 978 – 602 – 03 -0045-0


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Thank you for your coming :)