Selasa, 14 Oktober 2014

Review 3 # RUMAH COKLAT


Author                 : Sitta Karina
Cetakan               : kedua, 2012
Penerbit              : Buah hati
ISBN                  : 978-602-8663-74-8
Halaman             : 226 hlm
Bintang               : 4 of 5

Hannah, wanita karier yang sekaligus merangkap sebagai seorang istri dari seorang pria bernama Wigra. Keduanya telah dikaruniai seorang putra (2th)—Razsya, yang sedang aktif belajar banyak hal. Hannah. Kegamangan Hannah memuncak saat putra semata wayangnya lebih akrab dengan Upik yang notabene nya hanya sebagai baby sitter saja. Dalam konflik ini, saya benar-benar menghayati peran Hannah. Haha

Bagaimana Hannah bekerja mati-matian di kota metropolitan yang  kemacetannya entah akan berakhir kapan. Rasanya waktu di Jakarta menguap di jalanan. Wigra yang menjadi penyeimbang Hannah, selalu sabar menghadapi keluhan-keluhan Hannah. Selalu menemani Razsya saat Ibunya (Hannah-red) melampiaskan hobbinya di akhir pekan—melukis.

Sitta Karina dengan apik menciptakan konflik-konflik yang sebenarnya dialami oleh kebanyakn keluarga pada umumnya, terutama menekankan kehidupan keluarga kecil yang masih tinggal dengan orang tuanya. Sitta juga menjelaskan seluk beluk infeksi Viral, pentingnya ASI, saat balita demam dengan penggambaran yang secara tidak langsung mengedukasi pembacanya.

“Ia menghormati mertuanya dengan semestinya, tapi memilih untuk tidak dekat layaknya sepasang sahabat, seperti kebanyakan teman-teman prianya lakukan. Lebih baik menjaga jarak aman agar respek tersebut tidak luntur—dan hidupnya tidak diatur-atur oleh Eyang Yanni (hal166)”

Saya jadi berpikir, bijaksananya Wigra dalam memposisikan dirinya terhadap mertuanya yang kadang-kadang ikut campur dalam pola asuh Razsya—seringkali menyulut permasalahan dengan Hannah, karena secara prinsip ada pola asuh Eyang Yanni yang bertentangan dengan pola asuh Hannah.

Hannah selalu berupaya untuk senantiasa menemani tumbuh kembang Razsya dan tidak membiarkan Upik memenangkan hatinya. Meskipun hati Hannah kadang-kadang merasa panas bila Razsya lebih memilih bermain dengan Upik daripada dengannya. Tidak mengherankan jika Razsya begitu dekat dengan Upik, karena sehari-hari waktu efektif Razsya dihabiskan bersama Upik daripada bersama Ibu dan Ayahnya. Tetapi dalam sanubari Hannah, ia sangat berterima kasih pada Upik karena telah telaten merawat Razsya bahkan Upik mencatat hal-hal kecil tentang Razsya, alergi makanan misalnya.

Sejenak saya masih bingung mengapa judulnya adalah “Rumah Coklat” meskipun tidak mengurangi rasa kagum saya terhadap konten cerita yang ingin disampaikan. Ataukah penulis ingin menyampaikan bahwa coklat adalah peredam stress terhadap konflik-koflik yang yang timbul? May be.
Klimaks cerita ini adalah saat Upik memutuskan untuk resign  karena harus mengurus ibunya yang sedang sakit. Hannah dihadapkan dengan pilihan sulit. Wanita karier atau ibu rumah tangga atau malah mengerjakan keduanya dengan konsekuensi tenaganya harus ekstra. Saya saja bisa membayangkan bagaimana kegalauan Hannah. Hihi #pukpukHannah

Wigra berperan penting disini, support yang diberikan kepada Hannah, apapun keputusannya. Aduh melted banget suami yang beginian, terlebih lagi ada scene saat Wigra menasihati Rasza “Jagain Ibu ya, Nak. Hormati perempuan. Kalau nanti Razsya sudah besar dan mau berbuat seenaknya ke perempuan, ingat ibu. Menyakiti mereka sama dengan menyakiti Ibu (hal171)”, duh makin ngefans sama Wigra deh. Entah kenapa adagium itu semakin menguatkan kebenaran bahwa salah satu ciri lelaki yang baik adalah lelaki yang memuliakan ibunya.

Buku ini bertutur tentang keluarga kecil dengan segala problematika yang diangkat dari kehidupan sehari-hari. Tidak menggurui tetapi banyak hikmah yang terpuji. Twi thumbs up!

Ini buku pertama Sitta Karina yang saya baca dan membuat saya tertarik untuk membeli Dunia Mara yang konon merupakan serial keluarga Hanafiah.

Happy reading ladies and gentleman. Salam Sipirilly.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Thank you for your coming :)