Judul :
Dikatakan atau tidak dikatakan itu tetap cinta
ISBN :
978-602-03-0718-3
Hal :
69 halaman
Cetakan :
Kedua, September
Penerbit :
Gramedia Pustaka Utama
Penulis :
Tere Liye
Bintang : 4
of 5
Kumpulan 24 sajak dengan ilustrasi terbaik dari Tere Liye.
Sajak tentang memiliki, pun tentang melepaskan
Sajak tentang pertemuan, juga tentang perpisahan
Sajak tentang kebahagiaan, juga tentang kesedihan
Tambahkan pula sajak berguarau
Bercanda dengan perasaan
Para pecinta adalah pujangga terbaik
yang pernah ada
Dan kasih saying
pun adalah sumber inspirasi paling deras yang pernah ada
REVIEW
Waktu diminta vote
sama Tere Liye terkait dengan pemilihan cover buku ini, saya sangat antusias
sekali. Berarti ada buku menarik yang akan menjadi teman di kereta. Sempat
kehabisan stock di bukabuku.com, beralih ke parcel buku dan alhamdulillah masih ada—sudah masuk
cetakan kedua. Mendapat sedikit bocoran dari teman kalo buku ini tipis dan
habis sekali kedip (sarkas banget ya,
sekali kedip. Ahaha).
Ternyata benar, buku ini tipis, tapi tetap saja membacanya
gak bisa sekali kedip. Perjalanan stasiun Juanda-Pondok China khatam. Bahasanya ringan, mudah
dicerna. Entah sajak atau lebih tepatnya sebagai susunan kalimat yang
inspiratif. Kalau boleh saya merangkum, buku ini bercerita tentang suatu
proses—proses cinta, proses melepaskan, proses sabar, etc. Banyak pesan-pesan yang tersirat mendalam bagi pembacanya,
seberapa menyakitkan luka itu, nikmatilah, peluklah.
Maka berhentilah sejenak saat sakit hati itu tiba, rasakan segenap sensasinya // Lantas tertawa kecil atau terkekeh juga boleh, kita adalah manusia (hal 28)
Sebagian besar tulisan dalam buku ini pernah di-share di page resmi Darwis Tere Liye,
sepotong-potong memang, Cuma bila digabungkan bait-bait tersebut, akan membentuk
1 puisi.
Tulisan ini dilengkapi dengan ilustrasi-ilustrasi yang
(mungkin) digambar oleh putra semata wayang Tere Liye—Abdullah Pasai :p. Ah,
siapapun yang menggambarkannya, saya tetap suka, atau mungkin karena gaya bahasa Tere Liye adalah selera
saya? :D
Dari ke 24 sajak yang dituliskan dalam buku tersebut, ada
satu sajak yang sangat saya suka. Judulnya “Sajak Embun dan Perasaan”
Kenapa embun itu indah?
Karena butir airnya tidak menetes
Sekali dia menetes, tidak lagi embun
Kenapa purnama itu elok?
Karena bulan balas menatap di angkasa
Sekali dia bergerak, tidak ada lagi purnama
Aduhai, mengapa sunset
menakjubkan?
Karena matahari menggelayut malas di kaki langit
Sekali dia melaju, hanya tersisa gelap dan debur ombak
Mengapa pagi menenteramkan dan dingin?
Karena kabut mengambang di sekitar
Sekali dia menguap, tidak ada lagi pagi
Di dunia ini,
Duhai, ada banyak sekali momen-momen terbaik
Meski singkat, sekejap
Yang jika belum terjadi langkah berikutnya
Maka dia selalu special
Sama dengan kehidupan kita, perasaan kita
Menyimpan perasaan itu indah
Karena penuh misteri dan menduga
Sekali dia tersampaikan, tidak ada lagi menyimpan
Menunggu seseorang itu elok
Karena kita terus setia berdiri
Sekali dia datang, tidak ada lagi menunggu
Bersabar itu sungguh menakjubkan
Karena kita terus berharap dan berdoa
Sekali masanya tiba, tiada lain kecuali jawaban dan
kepastian
Sungguh tidak akan keliru bagi orang-orang yang paham
Wahai, tahukah kita kenapa embun itu indah?
Karena butir airnya tidak menetes
Sekali dia menetes, tidak ada lagi embun
Maka singkat yang begitu berharga
Seperti yang saya ungkapkan sebelumnya, bahwa sajak-sajak
Tere Liye berisi pelipur perasaan. Meneguhkan ajaibnya kesabaran, azimat doa
dan ketekunan berusaha. Sajak-sajak dalam buku tersebut menjadi antitesis dari “Cinta
yang selalu diucapkan dan harus memiliki”. Kutipan sajak Embun dan Perasaan
menjadi salah satu dari sajak-sajak Tere Liye yang lainnya yang menyiratkan
bahwa saat belum siap untuk menikah, mending
kita menjaga perasaan kita baik-baik—karena itu momen terbaik. Sekali kita
mengatakannya, perasaan itu seperti menguap begitu saja. Sungguh tidak akan keliru
bagi orang-orang yang paham. Manis sekali filosofinya.
Jangan mengeluh // jangan risau // hanya orang-orang terbaik yang akan lulus // lantas melihat kristal cintanya begitu indah (Sajak UN-hal 7)
Hanya orang-orang terbaiklah yang akan mendapatkan kabar baik // hanya orang-orang bersabarlah yang akanmenrima hadiah indah (Sajak Hujan-hal 10)
Eh, ternyata ada satu sajak lagi yang saya suka dari Buku ini, here we go.
Ssstt… diamlah sebentar!
Cinta sejati hanya bisa didengar justru dalam senyap
Bukan gegap gempita kalimat yang mengaburkan makna
Dan kita tertipu oleh tampilannya
Ssstt.. ayo duduk sejenak!
Cinta sejati hanya bisa dikenali saat sepi
Diperhatikan dengan seksama, dalam kesadaran diri
paripurna
Bukan berisik teriak-teriak “Aku cinta kamu!”
Tapi esok lusa kita meratap kencang-kencang sebaliknya
Ssstt.. bisakah kita diam dulu?
Agar cinta sejati menunjukkan diri sebenarnya
Apakah yang ini, atau yang itu, atau mungkin yang lain
lagi
Dan kita harus menunggu dan bersabar bersabar (Sajak Diam
Sebentar—hal 41)
In the end, saya bisa menyimpulkan bahwa
pesan-pesan yang hendak disampaikan penulis adalah antitesis dari realita
kebanyakan dalam kehidupan. Saat remaja-remaja disuguhi sinetron dan tontonan
yang sebenarnya secara tidak sadar membentuk pembenaran dalam diri mereka—bahwa
cinta harus disampaikan, fenomena pacaran, kata-kata I love you yang tumpah ruah seperti buih.
Buku ini menyuguhkan lain daripada yang lain, saat
sajak-sajak lain bermunculan karena patah hati, tangisan dan sikap nelangsa lainnya. Tulisan ini menyiratkan pesan agar
pembaca memeluk erat-erat perasaan sakit itu, agar luka dihabisi oleh waktu.
Adios
Bagus banget....
BalasHapus