Author : Sitta Karina
Cetakan : kedua, 2012
Penerbit : Buah hati
ISBN : 978-602-8663-74-8
Halaman : 226 hlm
Bintang : 4 of 5
Hannah, wanita karier yang sekaligus merangkap sebagai seorang istri
dari seorang pria bernama Wigra. Keduanya telah dikaruniai seorang putra
(2th)—Razsya, yang sedang aktif belajar banyak hal. Hannah. Kegamangan Hannah
memuncak saat putra semata wayangnya lebih akrab dengan Upik yang notabene nya hanya sebagai baby sitter saja. Dalam konflik ini,
saya benar-benar menghayati peran Hannah. Haha
Bagaimana Hannah bekerja mati-matian di kota metropolitan yang kemacetannya entah akan berakhir kapan.
Rasanya waktu di Jakarta menguap di jalanan. Wigra yang menjadi penyeimbang
Hannah, selalu sabar menghadapi keluhan-keluhan Hannah. Selalu menemani Razsya
saat Ibunya (Hannah-red) melampiaskan hobbinya di akhir pekan—melukis.
Sitta Karina dengan apik menciptakan konflik-konflik yang sebenarnya
dialami oleh kebanyakn keluarga pada umumnya, terutama menekankan kehidupan
keluarga kecil yang masih tinggal dengan orang tuanya. Sitta juga menjelaskan
seluk beluk infeksi Viral, pentingnya ASI, saat balita demam dengan penggambaran
yang secara tidak langsung mengedukasi pembacanya.
“Ia menghormati mertuanya dengan semestinya, tapi memilih untuk tidak
dekat layaknya sepasang sahabat, seperti kebanyakan teman-teman prianya
lakukan. Lebih baik menjaga jarak aman agar respek tersebut tidak luntur—dan
hidupnya tidak diatur-atur oleh Eyang Yanni (hal166)”
Saya jadi berpikir, bijaksananya Wigra dalam memposisikan dirinya
terhadap mertuanya yang kadang-kadang ikut campur dalam pola asuh
Razsya—seringkali menyulut permasalahan dengan Hannah, karena secara prinsip
ada pola asuh Eyang Yanni yang bertentangan dengan pola asuh Hannah.
Hannah selalu berupaya untuk senantiasa menemani tumbuh kembang Razsya
dan tidak membiarkan Upik memenangkan hatinya. Meskipun hati Hannah
kadang-kadang merasa panas bila Razsya lebih memilih bermain dengan Upik
daripada dengannya. Tidak mengherankan jika Razsya begitu dekat dengan Upik,
karena sehari-hari waktu efektif Razsya dihabiskan bersama Upik daripada
bersama Ibu dan Ayahnya. Tetapi dalam sanubari Hannah, ia sangat berterima
kasih pada Upik karena telah telaten
merawat Razsya bahkan Upik mencatat hal-hal kecil tentang Razsya, alergi
makanan misalnya.
Sejenak saya masih bingung mengapa judulnya adalah “Rumah Coklat”
meskipun tidak mengurangi rasa kagum saya terhadap konten cerita yang ingin
disampaikan. Ataukah penulis ingin menyampaikan bahwa coklat adalah peredam
stress terhadap konflik-koflik yang yang timbul? May be.
Klimaks cerita ini adalah saat Upik memutuskan untuk resign karena harus mengurus ibunya yang sedang
sakit. Hannah dihadapkan dengan pilihan sulit. Wanita karier atau ibu rumah
tangga atau malah mengerjakan keduanya dengan konsekuensi tenaganya harus
ekstra. Saya saja bisa membayangkan bagaimana kegalauan Hannah. Hihi
#pukpukHannah
Wigra berperan penting disini, support
yang diberikan kepada Hannah, apapun keputusannya. Aduh melted banget suami yang beginian, terlebih lagi ada scene saat Wigra menasihati Rasza “Jagain Ibu ya, Nak. Hormati perempuan. Kalau
nanti Razsya sudah besar dan mau berbuat seenaknya ke perempuan, ingat ibu.
Menyakiti mereka sama dengan menyakiti Ibu (hal171)”, duh makin ngefans
sama Wigra deh. Entah kenapa adagium itu semakin menguatkan kebenaran bahwa
salah satu ciri lelaki yang baik adalah lelaki yang memuliakan ibunya.
Buku ini bertutur tentang keluarga kecil dengan segala problematika
yang diangkat dari kehidupan sehari-hari. Tidak menggurui tetapi banyak hikmah
yang terpuji. Twi thumbs up!
Ini buku pertama Sitta Karina
yang saya baca dan membuat saya tertarik untuk membeli Dunia Mara yang konon
merupakan serial keluarga Hanafiah.
Happy reading ladies and
gentleman. Salam Sipirilly.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Thank you for your coming :)