Judul
: Test pack
Pengarang
: Ninit Yunita
Penerbit
: Gagas Media
Halaman
: 202
Cetakan
: ke-12, 2012.
Bintang
: 4 of 5
Awalnya, merasa
ilfeel baca judulnya, tetapi terobati
melihat cover bukunya yang manarik. Gambar 2 gelas yang (mungkin) berisi wine yang mengilustrasikan tentang
pernikahan. Yes, it’s true. MARRIED and
COMMITMENT.
Arista
Natadiningrat, dipanggil Tata, adalah istri dari Rahmat Natadiningrat yang sudah
menikah 7 tahun tetapi belum juga dikarunia seorang anak. Tata yang gemar
mengkoleksi test pack untuk tes
kehamilannya mendadak berubah manyun jika test
pack nya hanya menunjukkan 1 garis saja.
Saya begitu
tergoda membaca per lembarnya, pembawaan Ninit Yunita yang mengemas bahasa
Sunda, Indonesia, gahul (loe-gue) dan
bahasa Inggris yang membuat saya sangat menikmati buku ini. Membuat saya tiba
pada ujung pertanyaan, sebenarnya tujuan
menikah itu apa?
“Komitmen adalah sumber kekuatan bukan sesuatu yang justru membuat orang takut untuk menghadapinya”
Penulis juga
menyelipkan teori-teori Psikologi, ada juga sedikit kamasutra-nya sih, cuma gak
terlalu vulgar. Mendadak menyeringai di satu bab, senyum-senyum sendiri, tapi
di satu titik ada rasa gemas saat mengilustrasikan kita yang menjadi tokohnya.
Rumah tangga
Rahmad dan Tata goyah setelah Tata mengetahui ternyata suaminyalah yang mandul.
Dia memutuskan pergi dari rumah, seakan-akan kata mandul menghapuskan semua
kisahnya yang selama 7 tahun telah dirajut bersama suaminya. Klimaks persoalan
ini membuat napas saya kembang kempis mengira-ira ending-nya. Waaaa, sulit menjadi Tata, tetapi lebih sulit lagi
menjadi Rahmat.
Sebagian dari
kita mungkin ada yang mencintai seseorang karena keadaan sesaat. Karena dia
baik, karena dia pintar, even mungkin
karena dia kaya. Tidak pernah berpikir apa jadinya, kalau dia mendadak jahat,
mendadak tidak sepintar dulu atau mendadak miskin.
Will you
still love them, then?
That’s why
you need commitment.
Don’t love
someone because of what/how/who they are
From now
on, start loving someone
Because
you want to.
Novel ini
mengajarkan saya untuk menahan bertanya hal-hal yang fungsinya samar-samar
(antara basa-basi, care atau
cenderung menyakitkan bagi beberapa orang). “Sudah
hamil belum?”, itu ibarat pertanyaan “Kapan
menikah?” “Bagaimana skripsinya?”,
akan terasa sangat menjengkelkan bagi sebagian kalangan. Jangankan pertanyaan
itu, sekedar mengetahui kucing tetangga yang hamil saja Tata bisa merasa
senewen minta ampun. Happy reading
Kakang, Neng. Adios.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Thank you for your coming :)